Pengajian: Ujian Keimanan Umat Islam



Marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat
Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi
pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang
diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan
sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman,
apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan
kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan
tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat,
ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti
yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat
10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman
kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman)
kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan
sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan
berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah
Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman
yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah
Subhannahu wa Ta'ala. Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi
ujian yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian
itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin
masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada
kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian?
Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”.
(Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya
perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman
mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats
Radhiallaahu anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
המגמ�ע דמ�זמ ומזע גמ�עהמדןוע המךןוע�מ�ן �נונ�מ��נ �הע�מ�נךע�נ ומ� �ןטעזמ
�נ�מ�ונחנ ונזע המ�עום �מטע �מ�מ�ם ומ� ךמ�ע�נבןחן �מהנדמ �מזע �נךעזנחנ
טמךןטע�מ�ן �העונזע�מ��ן �מהמי ונבע�מגנ �מ�ע�נחנ במךמ�ןגסן �נ��עזמךעזנ ומ�
ךמ�ע�נבןחן �מהנדמ �מזע �נךעזנחנ. (�ט�ח �ה����ך).
Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir
dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan
tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang
diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak
memalingkannya dari agamanya
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda. Dan
ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam
ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang Pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti
perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya
yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan
mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih
anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan
kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah
sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim
Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala
ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan
puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang
sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena
sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah
Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita
berusaha untuk tidak melaksanakannya.
Yang Kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti
halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang
perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya
berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah
tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu
rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia
berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana
pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah
lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, di saat pintu-pintu
kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras
dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat,
sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah
ada yang kecanduan. Kita dituntut untuk selalu bisa menjaga diri kita,
keluarga kita dan orang-orang sekeliling kita agar tidak terjerembab dalam
kubangan kemaksiatan, serta menanamkan sifat mulia Nabi Yusuf Alaihi al
Salam dalam diri kita dan orang-orang disekeliling kita.
Yang Ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit,
ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi
Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat
buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang
selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis
tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk
nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan
isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah
ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat
sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru
Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan
siksaan”.
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk
menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah
menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit
yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. Begitulah ujian Allah kepada
NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara
merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub
Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa
menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman
seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega
menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus
sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak
seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Yang Keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang
tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah
kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji
dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan
nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah di akhir tahun
ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan
hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta
Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika
kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama
orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami
kelaparan dan penderitaan yang hebat. Namun penderitaan itu tidak sedikit
pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus
berdakwah dan menyebarkan Islam.
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan
diri untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian
dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam, yang diriwayatkan Imam al
Tirmidzi :
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian),
Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka,
maka barangsiapa ridha, baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah,
baginyalah kemarahan Allah”.
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah
dalam menghadapi ujian yang akan diberikan oleh Nya kepada kita. Amin

Ustadz Ma'luuful Anam, MA

Comments :

0 komentar to “Pengajian: Ujian Keimanan Umat Islam”

Post a Comment